Thursday, 19 November 2015

AKU BENCI PERCERAIAN ITU..

Nama ku Lestari aku sekarang berusia 23 tahun.. aku sudah bekerja dan sekarang aku sudah kuliah di salah satu universitas Tanggerang, tapi berdomisili di Jakarta Selatan. Aku dijakarta merantau seorang diri, dan keluargaku berada dikampung tepatnya daerah Jawa tengah.
Aku anak satu satunya dari Bapak dan Ibu kandungku, tak terasa aku sudah semakin besar untuk mereka. Tapi.. aku dibesarkan oleh Nenek ku yang sekarang sudah semakin tua, aku sangat amat menyayangiNya. Beliau sosok yang ada dalam kehidupanku sehari-hari.

Ibu Bapakku sudah berpisah saat usia ku 5tahun, saat itu Bapak yang meninggalkan kita dari rumah. Disaat aku dan Ibu benar-benar dalam keadaan ekonomi kami yang sangat minim. Ibu ku sangat membenci Bapakku, diusia ku yang sangat kecil pada waktu itu aku tak mengerti apa-apa, karena yang aku pikirkan hanyalah bermain dengan  Sinta, dan Tari.

Hari-hariku setiap harinya bermain boneka bersama mereka. Rumahku dan rumah Nenek sangatlah berdekatan, akupun sering dititipkan pada Nenekku sejak aku kecil. Aku tidak tahu kenapa Bapak pergi meninggalkan rumah. Yang aku pikir mungkin Bapakku sedang ke Jakarta untuk mencari uang, karena pasalnya banyak orang dikampungku yang ke Jakarta untuk merantau, untuk mendapatkan ekonomi yang lebih baik. Aku tidak tahu apa yang terjadi terhadap kedua orang tua ku pada saat itu.

Ibu ku setiap harinya mencari sayur di kebun Nenek, lalu siangnya Ibu dan Nenek ku masak lalu kami makan bertiga dirumah nenek. Saat itu aku sangatlah rindu pada bapakku lalu aku tanyakan kepada Ibu ku

 “Bapak kemana Bu? Kapan pulang Lestari kangen..” tanyaku.
Lalu Ibuku menjawab “Gak usah Tanya-tanya Bapakmu lagi! Lupakan Bapakmu, sekarang makan yang banyak.”

Lalu aku tak berkata apa-apa aku hanya diam, dan hanya bertanya-tanya dalam hatiku saja.

Hampir setiap malam aku melihat Ibuku menangis dikamarnya, aku bingung mengapa Ibuku menangis. Ini sebenarnya ada apa, kenapa aku tidak mengerti apa yang terjadi pada saat itu. Dua tahun berlalu Bapakku pun tak kunjung pulang.. dan berita yang menggetarkan hatiku adalah ada laki-laki yang ingin menikahi Ibu, itupun aku tahu kabar  dari tetanggaku.

Seseorang tetangga ku bertanya kepadaku “Lestari Ibumu mau menikah dengan Pak Rahmat ya?”
Lalu akupun menjawab “ Tidak! Kata siapa Bu? Bapakku kan masih ada”
Lalu dia berkata “ Lah, Bapakmu kan sudah menikah lagi Lestari..”
Aku sangat terkejut dan aku langsung berlari pulang kerumah.

Sampai dirumah langsung aku tanyakan pada nenekku karena hanya nenek yang dirumah. “Nek benarkah Bapak sudah menikah lagi? Kenapa Ibu tidak cerita Nek..”
Nenek ku pun langsung memelukku.. dan aku menangis.
Lalu Nenek berkata “Lestari.. Bapakmu meninggalkan Ibumu karena Bapakmu sudah bersama istri barunya, makanya Bapakmu meninggalkan rumah”
Aku tak bisa berkata apa-apa hanya bisa menangis saat itu.. dan mulai dari situ aku tahu kenapa ibu sangat membenci Bapakku.

Aku juga sudah tidak tahu dimana Bapakku berada, dan mulai saat itu aku sangat membenci sosok seorang yang namanya Ayah. Bagiku saat itu, hidup tanpa seorang Bapak itu akan baik-baik saja. Tapi ternyata…

                                    …………………………………………………………………......


Dan aku pun mulai masuk sekolah SD tanpa seorang Bapak kandungku.
Tak lama kemudian Ibu ku memperkenalkan laki-laki yang kelihatannya lebih tua dari Ibu ku itu, aku mulai diajak jalan bareng mereka. Makan bareng, jalan-jalan ketempat wisata, berenang bahkan dikenalkan oleh keluarga laki – laki itu yang ku panggil ia adalah Om Rahmat. Om Rahmat memang orang yang baik sekali, tapi aku selalu berpikir dia baik hanya kepada Ibu saja.

Om Rahmat memang terlihat sekali sangat berkorban untuk Ibuku, tapi aku tetap membencinya. Karena aku sudah tidak percaya atau tidak peduli sama yang namanya “Ayah” Om Rahmat dan Ibuku pun akhirnya menikah pada saat aku SD kelas 4.
Lalu Ibuku tinggal dirumah Om Rahmat, dan aku tak mau tinggal bareng mereka. Aku tinggal bersama Nenekku. Rumah mereka lumayan jauh dari rumah Nenek, karena itu aku tak pernah mau tinggal bareng mereka.

Aku juga tidak suka karena aku masih berpikir bahwa Om Rahmat adalah orang lain bagiku, yang bukan kerabat ku. Apalagi seorang sosok “Ayah” buatku tak ada yang namanya “Ayah”. Aku memang sudah sangat membencinya.

Sampai aku SMA pun aku hanya menghubungi Ibu ketika aku membutuhkan uang saja, pernah ada kejadian aku meminta uang kepada Ibu ku untuk pergi jalan-jalan bersama teman – temanku. Aku meminta Uang kepada Ibu ku sebanyak Rp 300,000,- tapi Ibu ku hanya memberi ku Rp 200,00,- aku sangatlah marah karena uang yang diberikan kurang.

Ku robek uangnya di depan Ibu, dan aku marah – marah aku berkata “ Mana cukuplah Bu, dua ratus ribu, belom jajanya dan makan nya” setelah marah aku langsung pergi dan ketempat yang sepi untuk merokok. Hanya rokok yang membuat penatku hilang atas kejadian ini.

Aku pulang dan Nenek yang menegorku, karena Nenek tahu kejadian aku merobek uang yang dikasih Ibu ku. Nenek ku bilang “ Lestari, cari uang itu susah kenapa kamu robek kalo kurang ya sabar nanti kalo ada lagi kan uangnya juga dikasih”
Aku hanya diam lalu masuk kamar.

Tak adil rasanya hidup menjadi diriku ini, tak ada sosok seorang Ayah seperti teman – temanku, keluarga yang utuh. Sedangkan aku, hanya tinggal bersama Nenekku. Karena faktor ini, aku menjadi anak yang sangat nakal. Aku sekolah berangkat pagi dan selalu sampe rumah selalu jam 8 malam.

Sampai rumah malam karena dirumah aku sangat merasakan kesepian, berkumpul dengan teman-teman sambil merokok itu bisa melegakan isi hatiku ini. Sambil menyanyi-nyanyi membuatku sangat senang dibandingkan dirumah.

Nenek adalah orang yang paling baik didunia ini, dia hanya menasehati saat aku bandel.
Mungkin Nenek memaklumi ku begini karena di tinggal Bapakku. Aku sangat membenci Bapakku, orang yang aku pikir adalah orang yang paling baik, tanggung jawab. Malah sebaliknya, tak pernah mengunjungi ku hingga aku sebesar ini.

Ibuku yang mulai geram melihat kelakuanku yang semakin menjadi-jadi ini, datang kerumah Neneku dan memarahiku atas kelakuan ku. Aku hanya nangis dan berteriak.

“Ibu ngga adil kalo marahin aku! Aku begini juga karena Ibu, mana enak Bu hidup dengan keluarga yang begini?”
lalu ibuku menjawab “ Ya ga sepatutnya juga kamu menjadi liar Nak, pulang sekolah sampe larut malem, malem minggu main kemana tau ngga pulang, kamu mau jadi apa kalo seperti ini?”
“Aku hanya mau melakukan apa yang aku suka! Aku ngga peduli sama Ibu, sama siapapun! Ngga enak Bu berada dikeluarga tanpa Bapak! Kalaupun ada Bapak ya Bapak tiri, aku ngga sudi pokoknya!

Lalu aku masuk kamar, dan tidak mendengarkan kata-kata Ibuku saat itu.

Sampai saat kelulusan sekolah SMA pun tiba aku lulus dengan nilai yang wajar-wajar saja, teman-temanku banyak yang cari kerja diluar kota. Aku mulai bingung apa yang harus aku lakukan setelah lulus SMA.

Aku memang beniat untuk bekerja tapi di Jakarta, tapi Nenek melarangku. Katanya Jakarta kota yang kejam dan bahaya, makanya Nenek tidak setuju. Sedangkan Ibu menyuruhku untuk meneruskan kuliah. Kuliah saja aku sudah tidak niat.

Setelah lulus SMA aku semakin jarang pulang kerumah karena aku memiliki pacar yang bernama “Boy”. Boy sering mengajakku jalan-jalan hingga larut malam, Nenek sangat benci kepada Boy katanya Boy tak punya sopan santun.

Hingga Ibu ku tahu, sangking seringnya aku pergi bersama Boy. Ibu datang kerumah Nenek dan meminta ku putus dengan Boy. Aku tetap tidak mau, karena aku sangat mencintai Boy. Sampai pada akhirnya kita membuat kesepakatan aku akan memutuskan Boy, tapi bolehin kerja ke Jakarta.

Sampai 3 hari kemudian Ibuku akhirnya memperbolehkan aku untuk pergi kerja kejakarta.

Aku melamar kerja melalui perantara teman-teman yang sudah bekerja dijakarta, akhirnya aku keterima bekerja di salah satu pabrik di daerah Jakarta.


                        ………………………………………………………………………………………………..

                                   
Aku akhirnya bekerja di Jakarta, aku tinggal sendiri dikosan deket tempat kerjaku.
Dan aku masih suka merokok, setiap harinya aku suka menghabiskan rokok 1-2 bungkus rokok sangking capeknya dan jarang sekali aku makan, aku hanya merokok saja.

Suatu ketika Ibuku menelpon ku, karena aku sangat jarang memberi kabar ke Nenek dan Ibuku. Mereka menyuruh ku pulang ke kampung, katanya aku mau dirukiyah. Aku sangat terkejut

“Loh emangnya aku ini kenapa Bu? Perasaan baik-baik saja”
“Pulang ya Nak.. Ibu mau nyembuhin kamu biar sadar”
“Loh aku emangnya kenpa Bu? Orang aku ngga sakit apa – apa Bu”

Lalu aku tetep kekeh untuk tidak mau, aku tetap bekerja seperti biasa. Ibu menjadi sering menelpon ku untuk melakukan Rukiyah itu. Aku tetep tak mau hingga berkali – kali Ibu merayu ku dan akhirnya aku pun mau.

Aku pulang kekampung mengambil cuti untuk melakukan Rukiyah.

Setelah aku sampai dikampung aku istirahat lalu dimalam harinya .Aku dirukiyah oleh Pamanku, aku dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan aku menjerit –jerit menangis.

Hari pertama rukiyah aku tidak terlalu capek. Nah hari kedua nya aku melakukan ritual rukiyah lagi. Disitu aku mulai terasa muntah- muntah saat aku dirukiyah, berteriak sambil menangis.

Aku tidak merasakan apa-apa pada saat dirukiyah, tak sadarkan diri. Saat selesai dirukiyah  badanku terasa lemas dan sangat lelah sekali. Entah mengapa, lalu aku dimadikan dengan air yang aku tak mengerti katanya sangat berkhasiat apabila mandi dengan air itu.

Hingga satu minggu aku melakukan ritual kuliah, aku pun balik ke Jakarta kembali untuk bekerja. Setelah dari kampung aku jadi semakin tidak parah merokoknya. Aku jadi semakin ingat dengan Nenek dan Ibu dikampung.

Dan semakin hari aku semakin mengingat Allah, aku jadi rajin untuk menjalankan Sholat. Lalu aku berpikir apa benar ini efek dari Rukiyah. Mulai dari situ aku bergaul dengan orang – orang yang selalu mengingatkan kebaikan dalam diriku. Dan aku juga ingin meneruskan sekolahku maka itu aku sekarang melanjutkan untuk kuliah.

Pada akhirnya aku sadar, kebahagian yang indah itu saat kita mengingat Pencipta alam semesta ini, dan KELUARGA yang tulus mensupport aku dalam kebaikan. J


Sekian.

No comments:

Post a Comment